MAKALAH
DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI
PERSYARAAN MATA PELAJARAN
PERKEMBANGAN PERS PADA
MASA ERA BARU (1996-1998) DAN PERS ERA REFORMASI
Mata Pelajaran :
Disusun Oleh:
Haris Rosi
MAS. AL-MANSHURY SUNGAI BAKAU BESAR LAUT
KEC. SUNGAI PINYUH KAB. MEMPAWAH KODE POS 78353
2016/2017
MAKALAH
DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI
PERSYARAAN MATA PELAJARAN
SEJARAH PERKEMBANGAN
ISLAM DIKERAJAAN CIREBON
Mata Pelajaran :
Guru Pembimbing:
Disusun Oleh:
Haris Rosi
MAS. AL-MANSHURY SUNGAI BAKAU BESAR LAUT
KEC. SUNGAI PINYUH KAB. MEMPAWAH KODE POS 78353
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat tuhan yang maha kuasa
karena atas limpahan rahmat, hidayah dan inayahnya maka kami dapat
menyelesaikan makalah “SKI”. Dengan judul
“Sejarah Perkembangan
Islam Dikerajaan Cirebon” dapat
terselesaikan dengan baik dan semampu penulis.
kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini
masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang sangat kami harapkan dari berbagai
pihak sebagai bahan perbaikan dalam proses penyusunan materi yang selanjutnya.
Tak lupa ucapan terima kasih kami haturkan
kepada (guru bidang study)selaku guru
mata pelajaran “SKI” karena atas
jasa dan pengaruhnya kami dapat mengetahui materi tersebut. Tak lupa pula
kami ucapkan terimakasih kepada Ayah dan bunda tercinta serta kepada
rekan-rekan seperjuangan karena atas dorongan dan semangat kerja samanya yang
baik sehinga kami dapat aktif dalam mengikuti proses belajar pada saat ini.
Akhirnnya
disampaikan terima kasih.
Mempawah, 16 Januari
2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR...................................................................................
DAFTAR
ISI.................................................................................................. .......
BAB
I PEMBAHASAN
A. Perkembangan Pers Pada Masa Orde Baru...............................................
B. Kebebasan Pers Era Reformasi .................................................................
BAB
II PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................
C. Daftar Pustaka...........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orde baru
adalah sebatuan bagi masa pemerintahan presiden suharto diindonesi. Orde baru
menggantikan orde lama yang merujuk pada era pemerintahan suekarno. Orde baru
hadir dengan semangat “koreksi total” atas atas penyimpangan yang dilakukan
orde lama soekarno.
Orde baru
berlangsung dri tahun 1996-1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi
indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela
dinegara ini, selain itu kesenjangan antara rakyat yang kaya dan yang miskin
makin melebar.
Masa jabatan
suharto pada 1968, MPR secara resmi melantik soeharto untuk masa jabatan 5
tahun sebagai presiden, dan kemudian dia dilantik secara berturut-turut pada
tahun 1973,1978, 1983, 1988, 1993,1998.
Perjalanan demokrasi di indonesia masih dalam proses untuk
mencapai suatu kesempurnaan. Wajar apabila dalam pelaksanaannya masih
terlihat ketimpangan untuk kepentingan penguasa semata. Penguasa hanya mementingkan
kekuasaan semata, tanpa memikirkan kebebasan rakyat untuk menentukan
sikapnya. Sebenarnya demokrasi sudah muncul pada zaman pemerintahan presiden
soekarno yang dinamakan model demokrasi terpimpin, lalu berikutnya dizaman
pemerintahan soeharto model demokrasi yang dijalankan adalah model demokrasi
pancasila. Namun, alih-alih mempunyai suatu pemerintahan yang demokratis,
model demokrasi yang ditawarkan di dua rezim awal pemerintahan indonesia
tersebut malah memunculkan pemerintahan yang otoritarian, yang membelenggu
kebebasan polotik warganya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Perkembangan Pers Pada
Masa Orde Baru?
2.
Bagaimana Kebebasan Pers Era
Reformasi?
C. Tujuan
1.
Ingin Mengetahui Perkembangan Pers
Pada Masa Orde Baru.
2.
Ingin Mengetahui Kebebasan Pers
Era Reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan pers pada orde baru
Orde baru
adalah sebatuan bagi masa pemerintahan presiden suharto diindonesi. Orde baru
menggantikan orde lama yang merujuk pada era pemerintahan suekarno. Orde baru
hadir dengan semangat “koreksi total” atas atas penyimpangan yang dilakukan
orde lama soekarno.
Orde baru
berlangsung dri tahun 1996-1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi indonesia
berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela dinegara
ini, selain itu kesenjangan antara rakyat yang kaya dan yang miskin makin
melebar.
Masa jabatan
suharto pada 1968, MPR secara resmi melantik soeharto untuk masa jabatan 5
tahun sebagai presiden, dan kemudian dia dilantik secara berturut-turut pada tahun
1973,1978, 1983, 1988, 1993,1998.
pada masa orde
baru ini, segala penerbitan dimedia masa berada dalam pengawasan pemerintah
yaitu melalui departemen penerangan. Bila tetap ingin hidup maka media masa
tersebut harus memberitakan hal-hal yang baiktentang pemerintahan orde baru,
pers seakan akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya,
sehingga pers tidak menjalankan fungsi yang sesungguhnya yaitu sebagai
pendukung dan pembela masyarakat.
“pada masa orde
baru pers indonesia disebut sebgai perspancasila cirinya adalah bebas dan
bertanggung jawab” namun pada kenyataannya tidak ada kebebsan sama sekali
bahkan yang ada malah pembredelan
Tanggal 21 juni
1994, beberapa media masa seperti tempo, detik, dan editor di cabut surat izin
penerbitannya atau dengan kata lain dibredel setelah mereka mengeluarkan
laporan infestigasi tentang berbagai masalah penyelewengan oleh pejabat-pejabat
negara, pembredelan itu di umumkan langsung oleh harmuko selaku menteri
penerangan pada saat itu, meskipun pada saat itu pers benar-benar di awasi
secara ketat oleh pemerintah, namun ternyata banyak media massa yang menentang
politik serta kebijakan-kebijakan pemeritah. Dan perlawanan itu ternyata belum
berakhir. Tempo misalnya, berusaha bangkit setelah pembredelan bersama para
pendukungnya yang tentu rezim soeharto.
Sebelum
dibredelnya pada tanggal 21 juni 2004, tempo menjadi majalan berita mingguan
yang paling penting diindonesia .pemimpin editornya adalah hunawan muhammad yang
merupakan seorang penyair dan intelektual yang cukup terkemuka diindonesia pada
1982 majalah tempo pernah ditutup sementara waktu karena berani melaporkan
situasi pemilu saat itu yang dicup. Namun 2 minggu kemudian tenpo diizinkan
kembali untuk terbit. Pemerintah orde baru memang selalu was was terhadap
tenpo, sehingga majalah ini selalu dalam pengawasan pemerintah. Majalah ini
memang populer dengan independesinya yang tinggi dan juga keberaniannya dalam
mengungkap wakta dilapangan. Selain itu kritikan-kritikan tenpo terhadap
pemerintah dituliskan dengan kata-kata yang pedas dan bombastis. Goenawan prnah
menulis dimajalah tempo, bahwa kritik adalah bagian dari kerja jurnalisme.
Motto tempo yang terkenal adalah” enak dibaca dan perlu”. Meskipun berani melawan
pemerintah, namun tidak berarti tempo bebas dari tekanan. Aapalagi dalm hal
menerbitkan sebuah berita yang menyangkut politik serta keburukan pemerintah,
tnpo telh mendapatkan berkali kali peringatan.
Setelah
pembredelan 21 juni 1994, wartawan tempo aktif melakikan gerilya, seperti
dengan mndirikan tempo interaktif atau mendirikan ISAI (institut studi arus
informsi) pada tahun 1995. Perjuangan ini membuktikan komitmen tempo untuk
menjungjung kebebasan pers yang terbelenggung pada zaman orde baru kemudian
tempo tertib kembali tangga 6 oktober 1998, stelah jatunya orde baru.
Dewan pers
adalah lembaga yang menaungi pers diinonsia. Sesuai uu pers no 40 tahun 1999,
dewan pers adalah lembaga independen yang dibentuk sebagai bagian dari uaya
untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
Ada tujuh fungsi dewan pers yang
diamanatkan uu, diantranya:
1.
Melindungi
kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, bisa pemerintah juga
masyarakat.
2.
Melakukan
kajian untuk pengembangan kehidupan pers
3.
Menetapkan
dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik
4.
Memberikan
prtimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyrakat atas kasus yang
berhubungan denagn pmberitaan pers
5.
Mengembangkan
komunikasi antra pers, masyarajat an pmerintah
6.
Memfasilitasi
organisasi pers dalam menyusun peraturan dibidang pers dan meningktkan kualitas
provesi wartawan
7.
Mendat
perusahaan pers
Pada masa orde
baru, fungdi dewan pers ini tidaklah efektif dewan pers hanyalah formalitas
semata dewan pers bukannya melindungi sesama rekan jurnlisnya, malah menjadi
anak buah dari pemerintah orde baru. Hal itu terlihat jelas ketika pembredelan
1994.
Itilah pers
digunakan dalam konteks historis seperti pada konteks “press freedom or law”
dan “power of the pres” sehingga dalam fungsi dn kedudukannya seperti itu.
Tampaknya pers dipandang sebagai kekuatan yang mampu mempengaruhi masyarakat
secara massal. Karena secara massal adalah seuruh lapisan masyarakat baik itu
pemerintah maupun masyarakat, namun di era baru, dewan pers memang gagal
meningatkan kehidupan pers nasional sehingga dunia pers hanya terbelenggu oleh
kekuasaan oerde baru tanpa bisa memperjuangkan hak-haknya.
1.
Status TVRI di era baru
Tahun 1974,
TVRI diubah menjadi salah satubagian dari organisasi dan tata kerja departemen
penerangan yang diberi status direktora langsung bertanggung jawab pada
derektur jendral Radio,TV dan Film departemen penerangan republik indonesia.
Sebagai alat komunikasi pemerintah tugas TVRI adalah untuk menyampaikan
policy pemerintah kepada rakyat dan pada waktu yang bersamaan menciptakan yang
two-way traffic dari rakyat untuk pemerintah selama tidak men-deskripsikan
usaha-usaha pemerintah
Pada garis
besarnya tujuan policy pemerita dan program-programnya adalah untuk membangun
bangsa dan negara indonesia yang moden dengan masyarakat yang aman, adil tertib
dan sejahtera , dimana tiap warga indonesia mangayam kesejahteraan lahiriyah
dan mental spiriual.
Semua
pelaksanan TVRI baik diibu kota maupun disaerah harus meletakkan tekanan
kerjanya kepada integrasi, supayaTVRI menjadi suatu will-integrated media
pemerintah.
Tahun 1975
dikeluarkan SK menpen No. 55 bahan siaran/KEP/menpen/1975, TVRI memiliki status
ganda yaitu sebagai yayasan televisi sebagai derektorat televisi, sedang
mnejemen yang diterapkan yaitu manajemen perkantoran/birokrasi.
B.
Kebebasan pers di era reformasi
Perjalanan demokrasi di indonesia
masih dalam proses untuk mencapai suatu kesempurnaan. Wajar apabila dalam
pelaksanaannya masih terlihat ketimpangan untuk kepentingan penguasa semata.
Penguasa hanya mementingkan kekuasaan semata, tanpa memikirkan kebebasan rakyat
untuk menentukan sikapnya. Sebenarnya demokrasi sudah muncul pada zaman
pemerintahan presiden soekarno yang dinamakan model demokrasi terpimpin, lalu
berikutnya dizaman pemerintahan soeharto model demokrasi yang dijalankan adalah
model demokrasi pancasila. Namun, alih-alih mempunyai suatu pemerintahan yang
demokratis, model demokrasi yang ditawarkan di dua rezim awal pemerintahan
indonesia tersebut malah memunculkan pemerintahan yang otoritarian, yang
membelenggu kebebasan polotik warganya.
Begitu pula kebebasan pers di
indonesia pada masa pemerintahan presiden soekarno dan pada masa pemerintahan
presiden seoharto sangat dibatasi oleh kepentingan pemerintah. Pers dipaksa
untuk memuat setiap berita harus tidak boleh bertentangan dengan pemerintah, di
era pemerintahan soekarno dan soeharto, kebebasan pers ada, tetapi lebih
terbatas untuk memperkuat status quo, ketimbang guna membangun keseimbangan
antarfungsi eksekutif, legislatif, yudikatif, dan kontrol publik (termasuk
pers). Karenanya, tidak mengherankan bila kebebasan pers saat itu lebih tampak
sebagai wujud kebebasan (bebasnya) pemerintah, dibanding bebas nya pengelola
media dan konsumen pers, untuk menentukan corak dan arah isi pers.
Bagi indonesia sendiri, pengekangan
pemerintah terhadap pers dimulai tahun 1846, yaitu ketika pemerintah kolonial
belanda mengharuskan ada surat izin atau sensor atas penerbitan pers di
batavia, semarang, dan surabaya. Sejak itu pula, pendapat tentang kebijakan
pers terbelah. satu pihak menolak adaya surat izin terbit, sensor, dan
pembredelan, namun dipihak lain mengatakan bahwa kontrol terhadap pers perlu
dilakukan.
Sebagai contoh adanya pembatasan
terhadap pers dengan adanya SIUPP (surat izin usaha penerbitan pers) sesuia
dengan permenpen 01/1984 pasal 33 H. Dengan definisi-definisi pers dan
pembredelan. Terjadinya pembredelan tempo, Detik, editor, pada 21 juni 1994,
mengisyaratkan ketidak mampuan sistem hukum pers mengembangkan konsep pers yang
bebas dan bertanggung jawab secara hukum. Ini adalah contoh pers yang otoriter
yang dikembagkan pada rezim orde baru
Tak ada demokrasi tanpa kebebasan
berpendapat. Kebebasan berpendapat adalah saah satu hak paling mendasar dalam
kehidupan bernegara. Sesuia prinsip hukum dan demokrasi. Bahwa perlindungan
hukum dan kepastian hukum dalam menegakkan hukum perlu ada keterbukaan dan
kelibatan peran serta masyarakat. Untuk itu, kebebasan pers, hak wartawan dalam
menjalankan fungsi mencari dan menyebarkan informasi harus dipenuhi, dihormati,
dan dilindungi. Hal ini sesuai dengan UUD 45 pasal 28 tentang kebebasan
berserikat, berkumpul dan berpendapat, satu pencerahan datang pada kebijakan
pers, setelah runtuhnya rezim soeharto pada tahun 1998. Pada saat itu rakyat
menginginkan adanya revormasi pada segala bidang baik ekonomi, sosial, budaya
yang pada masa orde baru terbelenggu. Tumbuhnya pers pada masa revormasi
merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini
dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi cerah antara
penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan peran sentral
dengan memasok dan meyebarluaskan informasi yang diperluaskan untuk penentuan
sikap, dan menfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka mencapai
konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara. Peran inilah
yang selama ini telah dimainkan dengan baik oleh pers indonesia. Setidaknya,
antusias responden terhadap peran pers dalam mendorong pembentukan opini publik
yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bangsa selama ini mencerminkan keberhasilan
tersebut. Setelah reformasi bergulir tahun 1998, pers indonesia mengalami
perubahan yang luar biasa dalam mengekspresikan kebebasan. Fenomena itu
ditandai dengan munculnya media-media baru cetak dan elektronik dengan berbagai
kemasan dan segmen. Keberanian pers dalam mengkritik penguasa juga menjadi ciri
baru pers indonesia.
Pers yang bebas merupakan salah satu
komponen yang paling esensial dari masyarakat yang demokratis, sebagai
prasyarat bagi perkembangan sosial dan ekonomi yang baik. Keseimbangan antara
kebebasan pers dengan tanggung jawab sosial menjadi sesuatu hal yang penting.
Hal yang pertama dan utama, perlu dijaga jangan sampai muncul ada tirani media
terhadap publik. Sampai pada konteks ini, publik harus tetap mendapatkan
informasi yang benar, dan bukan benar sekedar menurut media. Pers diharapkan
memberikan berita harus dengan seobjektif mungkin, hal ini berguna agar terjadi
terjadi ketimpangan antara rakyat dengan pemimpinnya mengenai informasi tentang
jalannya pemerintahan.
Sungguh ironi, dalam sistem politik
yang relatif terbuka saat ini, pers indonesia cenderung memperlihatkan performa
dan sifat yang dirematis. Disatu sisi, kebebasan yang diperoleh seiring
tumbangnya rezim orde baru membuat media massa indonesia leluasa mengembangkan isi
pemberitaan. Namun, disisi lain, kebebasan tersebut juga sering kali
terekspolitasi oleh sebagian industri media untuk mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya dengan mengabaikan fungsinya sebagai instrumen pendidik
masyarakat. Bukan hanya sekedar celah antara rakyat dengan pemimpin, tetapi
pers diharapkan dapat memberikan pendidikan untuk masyarakat agar dapat
membentuk karakter bangsa yang bermoral. Kebebasan pers dikeluhkan, digugat dan
dikecam banyak pihak karena berubah menjadi “kebablasan pers”. Hal itu jelas
sekali terlihat pada media-media yang menyajikan berita politik dan hiburan
(seks). Media-media tersebut cenderung mengumbar berita provokatif,
sensasional, ataupun terjebak mengumbar kecabulan.
Ada hal lain yang harus
diperlihatkan oleh pers, yaitu dalam membuat informasi jangan melecehkan
masalah agama, ras suku, dan kebudayaan lain, biar lah hal ini berkembang
sesuai dengan apa yang mereka yakini.
Sayangnya, berkembangnya kebebasan
pers juga membawa pengaruh pada masuknya liberalisasi ekonomi dan budaya ke
dunia media massa, yang sering kali mengabaikan unsur pendidikan. arus
liberalisasi ekonomi juga makin mengesankan bahwa semua acara atau pemuatan
rubrik dimedia massa sangat kental dengan upaya komersialisasi. Sosok idealisme
nyaris tidak tercermin dalam tampilan media massa saat ini, eksploitasi
terhadap semua hal yang mampu membangkitkan minat orang untuk menonton atau
membaca pun menjadi sajian sehari-hari.
ide tentang kebebasan pers yang
kemudian menjadi sebuah akidah pelaku industri pers di indonesia. Ada dua
pandangan besar mengenai kebebasan pers ini. Satu sisi, yaitu berlandaskan pada
pandangan naturalistik atau libertarian, dan pandangan teori tanggung jawab
sosial.
menurut pandangan libertarian,
semenjak lahir manusia memiliki hak-hak alamiah yang tidak dapat diganggu gugat
oleh siapa pun, termasuk oleh pemerintahan, dengan asumsi seperti ini, teori
libertarian menganggap sensor sensor sebagai kejahatan. Hal ini dilandaskan
pada tiga argumen. Pertama, sensor melanggar hak alamiah manusia untuk
berekspresi secara bebas. Kedua, sensor memungkinkan tiran megukuhkan
kekuasaannya dengan mengorbankan kepentingan orang banyak. Ketiga, sensor
meghalangi upaya pencarian kebenaran. Untuk menemukan kebenaran, manusia
membutuhkan akses terhadap informasi dan gagasan, bukan hanya yang disodorkan
kepadanya.
Kebebasan pers sekarang yang
dipimpin presiden susilo bambang yudhoyono dan wakil presiden jusuf kalla,
negara dan bangsa kita membutuhkan kebebasan pers yang bertanggung jawab ( free
and responsible press ). Sebuah perpaduan ideal antara kebebasan pers dan
kesadaran pengelola media massa ( insan pers ), khususnya untuk tidak berbuat
semena-mena dengan kemampuan, kekuatan serta kekuasaan media massa ( the power
of the press ). Dibawah presiden susilo bambang yudhoyono dan wakil presiden
jusuf kalla, kebebasan pers indonesia idealnya dibangun diatas landasan
kebersamaan kepentingan pengelola media, dan kepentingan target pelayanannya,
tidak peduli apakah mereka itu mewakili kepentingan negara ( pemerintah ), atau
kepentingan rakyat.
Dalam kerangka kebersamaan
kepentingan dimaksud, diharap aktualisasi kebebasan pers nasional kita, tidak
hanya akan memenuhi kepentingan sepihak, baik kepentingan pengelola ( sumber ),
maupun teratas pada pemenuhan kepentingan sasaran ( publik media).
Pers harus tanggap terhadap situasi
publik, karena ketiak berdayaan publik untuk mengapresiasikan pendapatnya
kepada pemimpin pers harus berperan sebagai fasilitator untuk dapat
mengapresiasikan apa yang diinginkan publik terhadap pemimpinnya dapat
terwujud.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Menurut Sulendraningrat
yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita
Purwaka Caruban Nagari, Cirebon pada awalnya
adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan
berkembang menjadi sebuah desa yang ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa
Sunda:
campuran), karena di sana bercampur para pendatang dari berbagai macam suku
bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, dan mata pencaharian yang berbeda-beda
untuk bertempat tinggal atau berdagang.
Mengingat pada
awalnya sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah sebagai nelayan, maka
berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang
pantai serta pembuatan terasi, petis, dan garam. Dari istilah air bekas
pembuatan terasi (belendrang) dari udang rebon inilah berkembanglah
sebutan cai-rebon (Bahasa Sunda:, air rebon) yang kemudian menjadi Cirebon.
Dengan dukungan
pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman, Cirebon kemudian
menjadi sebuah kota besar dan menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir
utara Jawa baik dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan Nusantara maupun dengan
bagian dunia lainnya. Selain itu, Cirebon tumbuh menjadi cikal bakal pusat
penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
B. Saran
Dari hasil kesimpulan di atas, maka kami
mengharapkan agar pembaca dapat memberikan saran-saran yang tidak menutup
kemungkinan dapat mendatangkan manfaat bagi makalah ini:
1.
Diharapkan
makalah ini bisa bermnfaat pada keilmuan yang selanjutanya yang akan
menjelaskan lebih jauh tenang judul makalah ini.
2.
Diharapkan pada makalah
ini bisa di jadikan rujukan untuk pembaca dan pelajar manusia yang ada di dunia
ini.
No comments:
Post a Comment